Kajian Islam dan Sains Modern

Kamis, 13 Desember 2012

Psikologi Tentang Berfikir


A.   PENDAHULUAN

Berpikir adalah memanipulasi data, fakta dan informasi untuk membuat keputusan berperilaku. Jangkauan pikiran dimulai dari lamunan biasa, selanjutnya pemecahan masalah yang kreatif. Aktivitas mental dalam perasaan dan pemahaman bergantung pada peransangan dari luar dalam proses yang disebut sensasi dan atensi. Proses mental yang lebih tinggi yang disebut berpikir terjadi di dalam otak. Mengingat kembali mengundang pengalaman terdahulu ke alam pikiran dan mulai membentuk rantai asosiasi. Rantai asosiasi tidak merujuk pada apa yang secara nyata kita lihat tetapi sebagai khayalan-khayalan mental. Berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar Menurut Whiterington (1982:10 dalam http//www psikologi pendidikan.com).Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar. Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik terutama pada persoalan berpikir, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif dan menyenangkan dengan tentunya melaui proses berpikir yang baik.
2. Permasalahan
Setelah melihat dari latar belakang dalam tulisan ini, maka masalah yang diambil adalah bagaimana cara menganalisis proses berpikir pada peserta didik.
3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses berpikir peserta didik.

           

B.   PEMBAHASAN

1.     PENGERTIAN

Pencapaian tertinggi tingkat spesies manusia berasal dari kemampuan kita untuk melakukan pemikiran kompleks dan mengkomunikasikannya.
            Salah satu sifat dari berpikir adalah goal Directed, yaitu tentang sesuatu untuk memperoleh pemecahan masalah atau untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Berpikir juga dapat dipandang sebagai pemprosesan informasi dari stikulus yang ada (starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position) atau goal state. Berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif  baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item. Sedangkan menurut Drever berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Dari pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu (1) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari perilaku, (2) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3) berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang relatif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini dan bukannya melemahkannya. Tujuan berpikir adalah memecahkan permasalahan tersebut. Karena itu sering dikemukakan bahwa berpikir itu adalah merupakan aktifitas psikis yang intentional, berpikir tentang sesuatu. Di dalam pemecahan masalah tersebut, orang menghubungkan satu hal dengan hal yang lain hingga dapat mendapatkan pemecahan masalah.
           
B.JENIS, TIPE DAN POLA BERFIKIR
Ada berbagai jenis dan tipe berpikir. Morgan dkk. (1986, dalam Khodijah, 2006: 118) membagi dua jenis berpikir, yaitu berpikir autistik dan berpikir langsung. Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses berpikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi, contohnya mimpi. Berpikir langsung (directed thinking) yaitu berpikir untuk memecahkan masalah. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada enam pola berpikir, yaitu :
1. Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu.
2. Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
3. Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir mengenai klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu.
4. Berpikir analogis, yaitu berpikir untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar kemiripannya.
5. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
6. Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak logis.
Sedangkan menurut De Bono (1989 dalam Khodijah, 2006:119) mengemukakan dua tipe berpikir, yaitu :
1. Berpikir vertikal (berpikir konvergen), yaitu tipe berpikir tradisional dan generatif yang bersifat logis dan matematis dengan mengumpulkan dan menggunakan hanya informasi yang relevan.
2. Berpikir lateral (berpikir divergen), yaitu tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan dapat menggunakan informasi yang tidak relevamn atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat.

2.     PROSES BERFIKIR
            Sibol-simbol yang digunakan dalam berpikir pada umumnya berupa kata-kata atau bahasa (language), karena itu sering dikemukakan bahwa bahasa dan pikiran mempunyai kaitan yang erat. Namun bahasa bukan satu-satunya alat yang dapat digunakan dalam proses berpikir, sebab masih ada lagi yang dapat digunakan yaitu bayangan atau gambaran (image). Biasanya seseorang apabila memasuki suatu kota atau tempat yang baru akan menggunakan gambaran atau bayangan (image), yang merupakan visual map disebut juga sebagai cognitive map yang memberikan gambaran tentang keadaan yang dihadapi.
            Walaupun berpikir dapat menggunakan gambaran (image), namun sebagian terbesar dalam berfikir orang menggunakan bahasa atau verbal, yaitu berfikir dengan menggunakan simbol- simbol bahasa dengan segala ketentuan-ketentuannya. Karena bahasa merupakan alat yang penting dalam berfikir.

3.     KONSEP ATAU PENGERTIAN
            Konsep merupakan konstruksi simbolik yang menggambarkan ciri atau beberapa ciri umum sesuatu objek atau kejadian. Misalnya pengertian manusia, segitiga, belajar dsb. Dengan kemampuan manusia untuk membentuk konsep atau pengertian memungkinkan manusia untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan benda-benda atau kejadian-kejadian. Karena itu konsep atau pengertian merupakan alat (tool) yang baik atau tepat (convinient) dalam berfikir atau problem solving.
            Beberapa macam konsep yaitu:
a.       Konsep-konsep atau pengertian- pengertian sederhana (simple concept)
b.      Konsep-konsep yang kompeks (complex concepts).
Pengertian sederhana merupakan pengertian yang dibatasi oleh ciri yang tunggal. Misal: merah. Namun banyak pengertian atau konsep yang digunakan dalam berfikir dibatasi ciri yang tidak tunggal yang disebut dengan konsep kompleks. Disamping itu ada yang disebut konsep konjungtif. Konsep kunjungtif merupakan konsep yang dibatasi adanya ikatan (joint) dua atau lebih sifat atau ciri yang memebentuk konsep tersebut. Misal: zebra,merupakan binatang menyusui,seperti kuda namun loreng. Konsep kondjungtif merupakan konsep yang dibatasi tiap ciri atau sifat yang membawa objek dalam kelas dari konsep. Misalnya: konsep alat transport, bus, truk, kuda, becak dsb. Konsep reational yaitu konsep atau pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian yang lain. Misalnya: “lebih berat dari”, “lebih kurang dari”.

4.     CARA MEMPEROLEH KONSEP ATAU PENGERTIAN
            Untuk memperoleh konsep atau pengertian ada beberapa cara, yaitu dengan tidak sengaja dan dengan sengaja. Pengertian yang diperoleh dengan tidak sengaja ini sering disebut dengan pengertian pengalaman. Yang dimaksud pengertian pengalaman adalah pengertian yang diperoleh dengan tidak sengaja. Yaitu melalui pengalaman- pengalaman. Proses memperolehnya melalui proses generalisasi,kemudian atas daya berfikirnya timbuk proses deferensiasi, yaitu proses membedakan antara yang satu dengan yang lain.
            Pengertian yang diperoleh dengan sengaja, yaitu usaha dengan sengaja untuk memperoleh pengertian atau konsep, yang kadang-kadang disebut sebagai pengertian ilmiah.proses memperolehnya ada beberapa tingkatan, yaitu:
1.      Tingkat analisis, yaitu tingkat atau konsep.
2.      Tingkat komperasi, yaitu tingkat mengkomperasikan sifat- sifat yang diproleh dari yang satu dengan yang lain, dicari sifat yang umu dan khususnya.
3.      Tingkat Abstraksi, yaitu tingkat mengatukan sifat- sifat yang sama dan menyampingkan sifat- sifat yang tidak sama.
4.      Tingkat menyimpulkan, yaitu tingkat menarik kesimpulan setelah mengadakan sbstraksi dan memberikan pengertian atau konsep.
Dengan melalui proses belajar orang akan banyak memperoleh pengertian atau konsep.karena pengertian dapat diperoleh dengan belajar, maka faktor transfer akan banyak berpengaruh dalam kaitannya mendapatkan pengertian. Transfer dapat positif tetapi juga dapat negative. Bila seseorang telah mempunyai pengertian atau konsep baru, ini yang dimaksud dengan transfer positif. Namun sebaliknya kalau pengertian yang telah ada itu justru menghambat dalam memperoleh pengertian baru, ini yang dimaksud dengan transfer negative.

5.     PROBLEM SOLVING
            Secara umum dapat dikemukakan bahwa problem itu muncul apabila ada perbedaan atau konflik antara keadaan yang satu dengan yang lain dalam mencapai suatu tujuan. Banyak aturan dalam memecahkan masalah. Tetapi ada dua hal yang pokok, yaitu aturan kaidah algoritma dan historik.
            Algoritma merupakan sutu perangkat aturan, dan apabila aturan ini diikuti dengan benar maka akan ada jaminan adanya suatu pemecahan terhadap masalah. Namun banyak persoalan yang dihadapi oleh seseorang tidak dikenakan aturan Logaritma, tetapi dikenakan aturan (kaidah historik. Kaidah historik yaitu merupakan starategi yang biasanya didasarkan atas pengalaman dalam menghadapi masalah yang mengarah pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan akan kesuksesan. Strategi umum historik dalam memecahkan masalah, yaitu bahwa masalah tersebut dianalisis atau dipcah menjadi masalah yang lebih kecil. Masing- masing mengarah kepada pemecahanya.
                      
6.     CARA PENARIKAN KESIMPULAN       
            Tujuan berfikir adalah mencari pemecahan yang dihadapi. Berdasarkan data yang ada maka sebagai pendapat yang akhir atas data atau pendapat- pendapat yang mendahului.
Dalam penarikan kesimpulan dapat menempuh beberapa macam, yaitu:
1.      Kesimpulan yan ditarik atas dasar Analogi, yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar adanya kesamaan dari suatu keadaan atau peristiwa dengan keadaan atau peristiwa yang lain.Dilihat dari jalanya berfikir, kesimpulan ini ditarik dari khusus ke khusus.
2.      Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara Induktif, yaitu kesimpulan yang ditarik dari peristiwa menuju ke hal yang bersifat umum, atau dari hal- hal yang khusus menuju ke hal yang bersifat umum. Contoh: Tembaga bila dipanaskan akan memuai, Besi akan memuai bilaa dipanaskan, tembaga akan memuai bila dipanaskan. Jadi kasimpulannya : semua logam akan memuai bila dipanaskan.
3.      Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara Deduktif, yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar dari hal yang umum ke hal yang bersifat khusus.
Salah satu bentuk penarikan secara Deduktif adalah dengan Silogisme. Penarikan dengan silogisme merupakan penarikan kesimpulan yang tidak langsung, artinya menggunakan perantara. Contoh: Semua manusia terkena nasib mati, si Ahmad  adalah manusia, Jadi pada suatu hari si Ahmad akan mati.
Suatu hal yang perlu diingat adanya anggapan bahwa kalau menarik kesimpulan dengan menggunakan silogisme akan senantiasa benar. Anggapan tersebut tidak benar, karena kenyataanya orang dapat mengalami kesalahan. Kesalahan dalam silogisme dapat  (1)Kesalahan formal, yaitu kesalahan dalam bentuknya, dari segi urut-urutannya, dalam segi konstruksinya.(2)Kesalahan Material, yaitu kesalahan mengenai isi atau materialnya. Dengan demikian silogisme dapat salah dalam bentuk, tetapi benar dalam isi. Benar dalam bentuk, tetapi salah dalam isi, yang dapat dicapai sudah barang tentu baik dalam bentuk manapun dalam isi keduanya benar.
                 
7.     BERFIKIR KREATIF
          Dalam berfikir kreatif orang menciptakan sesuatu yang baru, timbulnya atau munculnya hal yang baru tersebut secara tiba-tiba, ini berkaitan dengan Insight. Sebenarnya apa yang difikirkan itu telah berlangsung, namun belum memperoleh suatu pemecahan, dan masalah itu tidak hilang sama sekali, tetapi terus berlangsung dalam jiwa seseorang, yang pada suatu waktu memperoleh pemecahannya.

Ø  TINGKATAN- TINGKATAN DALAM BERFIKIR KREATIF
            Dalam berfkir kreatif ada tingkatan (stages)sampai seseorng memperoleh sesuatu hal yang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan itu adalah:
1.      Persiapan(prepration), yaitu tingkatan seseorng memformulasikan masalah dan mengumpulkan fakta- fakta atau materi yang dipandang berguna dalam memperoleh pemecahan yang baru. Ada kemungkinana apa yang difikirkan itu tidak segera memperoleh pemecahannya, tetapi soal itu tidak hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam diri individu yang bersangkutan.
2.      Tingkat Inkubasi, yaitu berlangsungnya masalah tersebut dalam jiwa seseorang, karena individu tidak segera memperoleh pemecahan masalah.
3.      Tingkat pemecahan ata Iluminasi, yaitu tngkat mendapatkan pemecahan maslah. Contoh: orang berkata “Aha”, secara tiba- tiba memperoleh pemecahan masalah.
4.      Tingkat Evaluasi, yaitu mengecek apakah pemecahan yang diperoleh pada tingkat Iluminasi itu cocok atau tidak.
5.      Tingkat Revisi, yaitu mengadakan revisi terhadap pemecahn yang diperolehnya.


8.     HAMBATAN DALAM PROSES BERFIKIR
            Dalam proses berfikir tidak selalu berlangsung dengan begitu mudah, sering orang menghadapi hambatan-hambatan dalam proses berfikirnya. Sederhana tidaknya dalam memecahkan masalah bergantung pada masalah yang dihadapinya. Hambatan- hambatan yang mungkin timbul dalam proses berfikir dapat disebabkan antara lain :
a.       Data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh.
b.      Data yang ada dalam keadaan Confuse, data yang satu bertentangan dengan yang lain. Sehingga hal ini akan membingungkan dalam berfikir
Kekurangan data dan kurang jelasnya data akan menjadi hambatan dalam proses berfikir seseorang, lebih-lebih kalau datanya bertentangan dari yang satu ke yang lain, misalnya dalam cerita-cerita detektif. Karena itu ruwet tidaknya seuatu masalah, lengap tidaknya data akan dapat membawa sulit tidaknya dalam proses berpikir seseorang.

















C. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Sebagian terbesar dalam berfikir orang menggunakan bahasa atau verbal, yaitu berfikir dengan menggunakan simbol-simbol bahasa dengan segala ketentuan-ketentuannya. Karena bahasa merupakan alat yang penting dalam berfikir.
Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada enam pola berpikir, yaitu :
1. Berpikir konkrit
2. Berpikir abstrak
3. Berpikir klasifikatoris
4. Berpikir analogis
5. Berpikir ilmiah
6. Berpikir pendek
Hambatan- hambatan yang mungkin timbul dalam proses berfikir dapat disebabkan antara lain :
a.       Data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh.
b.      Data yang ada dalam keadaan Confuse, yaitu: data yang satu bertentangan dengan yang lain. Sehingga hal ini akan membingungkan dalam berfikir.
Kekurangan data dan kurang jelasnya data akan menjadi hambatan dalam proses berfikir seseorang, lebih-lebih kalau datanya bertentangan dari yang satu ke yang lain, misalnya dalam cerita-cerita detektif. Karena itu ruwet tidaknya suatu masalah, lengkap tidaknya data akan dapat membawa sulit tidaknya dalam proses berpikir seseorang.






D. DAFTAR PUSTAKA

1.      Walgito, Bimo.1980. Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta : Andi.
2.      Khodijah, Nyayu.2006. Psikologi Belajar. Palembang : IAIN Raden Fatah Press.
Suriasumantri (ed).1983. Psikologi Pendidikan. Diakses dari http://www.andragogi.com.

Jumat, 07 Desember 2012

Islam dan Tanggungjawab


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu.
Apakah perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu oleh pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti bisa bertanggungjawab kepada yang lain. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS.17.36)
Oleh karena itu penulis akan membahas topik tentang Islam dan Tanggung jawab dalam bab selanjutnya, agar kita dapat memahami bagaimana prinsip islam terhadap tanggung jawab dan semoga makalah ini memberikan cakrawala keilmuan yang luas bagi para Mahasiswa.

2.      Rumusan Masalah
A.    Bagaimana Konsep tanggung jawab dalam islam?
B.     Apa pengertian tanggung jawab?
C.     Apa Macam-macam tanggung jawab?
D.    Apa pengerrtian pengabdian?
E.     Apa macam-macam pengabdian?
3.      Tujuan Masalah
A.    Untuk mengetahui bagaimana konsep tanggung jawab dalam islam
B.     Untuk mengetahui pengertian tanggung jawab
C.     Untuk mungetahui macam-macam tanggung jawab
D.    Untuk mengetahui pengertian pengabdian
E.     Untuk mengetahui macam-macam pengabdian
4.      Manfaat Penulisan
Memberikan wawasan keilmuan kepada mahasiswa dalam masalah islam dan tanggung jawab.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Islam dan Tanggung jawab
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa khalifah rasyidin ke V Umar bin Abdil Aziz dalam suatu shalat tahajjudnya membaca ayat 22-24 dari surat ashshoffat yang artinya : 
حْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ(22)مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ(23)وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ(24)
Artinya: (Kepada para malaikat diperintahkan) “Kumpulkanlah orang-orang yang dzalim beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan yangselalu mereka sembah, selain Allah: maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka di tempat perhentian karena mereka sesungguhnya mereka akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban ).”
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggungjawab seorang pemimpin di akhirat bila telah melakukan kedzaliman. Dalam riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus sholih tentang tanggungjawab pemimpin di hadapan Allah kelak.
Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am yang Artinya: “Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Dalam surat Al Mudatstsir ayat 38 yang artinya: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Akan tetapi perbuatan individu itu merupakan suatu gerakan yang dilakukan seorang pada waktu, tempat dan kondisi-kondisi tertentu yang mungkin bisa meninggalkan bekas atau pengaruh pada orang lain. Oleh sebab itu apakah tanggung jawab seseorang terbatas pada amalannya saja ataukah bisa melewati batas waktu yang tak terbatas bila akibat dan pengaruh amalannya itu masih terus berlangsung mungkin sampai setelah dia meninggal ?
Seorang yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan perbuatan baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi. Mengapa demikian ? Boleh jadi perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat kecil ketika dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya terus berlangsung lama, bisa jadi akan amat besar pahala atau dosanya.
Allah SWT menyatakan dalam QS Yaasiin yang artinya: “Kami menuliskan apa-apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” (Yaasiin 12).
Ayat ini menegaskan bahwa tanggangjawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam Surat An nahl 25
Artinya: “(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan. Ingatlah amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.”[1]
Pertanggungjawaban bukanlah satu paham Barat, melainkan satu paham yang Islami. Ada sebagian orang yang gemar mengaitkan apapun yang disukainya kepada Barat dan menganggapnya sebagai produk pemikiran Barat. Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu. Apakah perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu oleh pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti bisa bertanggungjawab kepada yang lain. Allah SWT berfirman;
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS.17.36)
Mata yang Anda miliki sehingga Anda dapat melihat dan mengindentifikasi sesuatu, kemudian telinga yang Anda miliki sehingga Anda dapat mendengarkan kebaikan untuk ditransformasikan ke dalam hati dan fisik Anda, serta kalbu yang Anda miliki sehingga Anda dapat merasakan, memutuskan, dan menjatuhkan pilihan dimana esensi manusia terletak pada kalbunya, semua ini adalah sarana yang telah dianugerahkan Allah SWT dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya. Kita semua harus bertanggungjawab atas apa yang telah kita lihat dengan mata kita; apakah kita melihat? Apakah kita cermat? Apakah kita ingin untuk melihat? Apakah kita ingin untuk mendengar? Apakah kita berniat mengambil keputusan dan mengimplementasikannya? Semua ini adalah tanggung jawab. Rasulullah SAW bersabda;
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Kamu semua adalah pemelihara, dan setiap kamu bertanggungjawab atas peliharaannya."[2]

Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah sbb.; “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim 6) Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya..”(Al Hadit)

B.     Pengertian Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab berarti juga berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan. Manusia mempunyai tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial ataupun teologis.[3]
.Pengertia tanggung jawab menurut Ensiklopedia umum adalah : kewajiban dalam melakukan tugas tertentu.
Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Seperti wewenang, tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab seimbang dengan wewenang.
Sedangkan menurut WJS. Poerwodarmito tanggung jawab adaibalas dan salah sesuatu yang menjadi kewajiban (keharusan) untuk dilaksanakan, dibalas dan sebagainya.
Dengan demikian kalau terjadi sesuatu maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala sesuattunya. Oleh karena itu manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang dapat menyatakan diri sendiri bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab baik menurut seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain atau apa yang dikatakan baik menurut pendapat dirinya ternyata  ditolak oleh orang lain.[4]
Tanggung jawab bisa diartikan sebagai kewajiban dalam melakukan tugas tertentu. Dengan perkataan lai, tanggng jawab adalah sesuatu yang menjadi kewajiban sekaligus yang harus dilaksanakan. Secara demikian tanggung jawab terkait dalam kondidi manusia, khusunya menyangkut segala tingkah laku dan perbuatannya.[5]
C.     Macam-Macam Tanggung Jawab
Sesuai dengan eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk individual dan makhluk sosial, maka tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :
1.      Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa mengalami periode lahir, hidup, kemudian mati. Agar manusia dalam hidupnya mempunya “harga”, sebagai pengisi fase kehidupannya itu maka manusia tersebut atas namanya sendiri harus dibebani tanggung jawab. Sebab apabila tidak ada tanggung jawab
Terhadap dirinya sendiri maka tindakannya tidak akan terkontrol lagi, yang artinya tidak ada artinya hidup ini.
Pada hakekatnya manusia dilahirkan di dunia dalam keadaan suci bersih tanpa dosa; dalam hidupnya manusia akan dibentuk apakah menjadi manusia yang jahat dan sebagainya tergantung dari tindakannya selama di dunia. Itu semua dituntut adanya tanggung jawab dari masing-masing individu. Yang intinya adalah sebagai pengisi atas keberadaan manusia itu selama hidupnya dan agar dapat melangsungkan hidupnya sebagai makhluk tuhan.
Contoh :
Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.
2.      Tanggung jawab terhadap keluarga.
Seperti halnya makhluk tuhan yang lain, maka manusia secara naluri juga mengembangkan keturunannya agar sejarah hidupnya tidak terputus. Untuk melangsungkan/mengembangkan keturunannya tersebut manusia dibebani tanggung jawab agar anggota keluarganya tidak menderita atau dapat hidup sesuai dengan keberadaannya. Manusia yang sudah mempunyai anak/keluarga harus berani bertanggung jawab mengantarkan keturunannya lagi secara layak ke tingkat hidup yang lebih tinggi bagi generasi berikutnya, agar keluarga tersebut mempunyai “harga” baik secara individual, terhadap masyarakat maupun terhadap Tuhan sebagai Penciptanya. Untuk memenuhi tentunya tanggung jawab dalam keluarga tersebut kadang-kadang manusia memerlukan pengorbanan.
Contoh :
Seseorang ibu telah dikaruniai tiga anak, kemudian oleh sesuatu sebab suaminya meninggal dunia, karena ia tidak mempunyai pekerjaan pada
Waktu suaminya masih hidup maka demi rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga ia melacurkan diri. Ditinjau dari segi moral hal ini tidak bisa diterima karena tindakan melacurkan diri termasuk tindakan yang dikutuk, tetapi dari segi tanggung jawab ia termasuk orang yang dipuji, karena demi rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga ia rela berkorban menjadi manusia hina dan dikutuk.
3.      Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Pada hakekatnya manusia adalah tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia yang lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan bantuan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut, sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab sepeti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut dalam masyarakat tersebut sebagai makhluk sosial.
Contoh :
Seseorang yang menyediakan rumahnya sebagai tempat pelacuran pada lingkungan masyarakat yang baik-baik, apapun alasannya tindakan ini termasuk tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat, karena secara moral psikologis aka merusak masa depan generasi penerusnya di lingkungan masyarakat tersebut.
4.      Tanggung jawab terhadap Than Yang Maha Esa
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa  tanggung jawab melainkan untuk mengisi kehidupannya, manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yan g dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan keras pun manusia masih juga tidak menghiraukan, maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai Penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, mannusia perlu pengorbanan.
Contoh :
Raja Fir’aun mendapat kutukan dari Tuhan karena menentang Tuhan dengan tidak mengindahkan peringatan Tuhan melalui Nabi Musa, bahkan ia memusuhinya. Tindakan ini merupakan contoh dari manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap Tuhan sebagai Penciptanya.[6]
D.    Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik berupa pikiran, pendapat maupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, antara lain kepada raja, cinta kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan dengan ikhlas.[7]
Pengertian pengabdian menurut WJS. Poerwodarmito adalah perihal atau hal-hal yang berhubungan dengan mengabdi.
Sedangkan mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada “suatu” yang dianggap lebih, biasanya dilakukan dengan ikhlas; bahkan diikuti pengorbanan. Dimana pengorbanan berarti suatu pemberian untuk menyatakan kebaktian, yang dapat berupa materi, perasaan, jiwa raga.[8]
Timbulnya pengabdian itu hakikatnya adalah rasa tanggung jawab. Apabila kita bekerja keras dari pagi sampai sore hari dibeberapa tempat untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, berarti mengabdi kepada keluarga, karena kasih sayang kita kepada keluarga.
Lain halnya bila keluarga kita membantu teman, yang berada dalam kesulitan, mungkin diperlukan waktu berhari-hari untuk menyelesaikannya sampai tuntas. Itu bukan pengabdian, tetapi bantuan saja.
1.      Pengabdian terhadap keluarga
Pada hakikatnya manusia hidup berkeluarga. Hidup berkeluarga ini didasarkan atas cinta dan kasih sayang. Kasih sayang mengandung pengertian pengabdian dan pengorbanan. Tidak ada kasih sayang tanpa pengabdian. Apabila kasih sayang tidak disertai pengabdian, berarti kasih sayang itu palsu atau semu.
Pengabdian kepada keluarga dapat berupa pengabdian kepada istri dan anak-anak. Istri kepada suami dan anak-anak, atau anak-anak kepada orang tuanya.
Sebagai contoh : Demi pengabdian kepada ayahnya, Siti Nurbaya mau dikawinkan dengan Datuk Maringgih, karena ayahnya tidak mampu membayar hutang. Padahal ia telah mengikat janji dengan Samsul Bahri (Siti Nurbaya karangan Marah Rusli).
2.      Pengabdian kepada masyarakat
Manusia adalah anggota masyarakat. Ia tidak dapat hidup tanpa orang lain, karena tiap-tiap orang saling membutuhkan. Bila seseorang yang hidup dimasyarakat tidak mau memasyarakatkan diri dan selalu mengasingkn diri, maka apabila mempunyai kesulitan yang luar biasa, ia tidak mendapat bantuan dari masyarakat. Cepat atau lambat, ia akan menyadari dan menyarah kepada masyarakat lingkungannya.
Oleh karena itu, demi masyarakat, anggota masuarakat harus mau mengabdi diri kepada masyarakat. Ia harus mempunyai rasa tanggung jawab. Karena nama baik tanpa ia tinggal, membawa nama baiknya pula. Bila remaja masyarakat kampungnya terkenal dengan remaja berandal, suka berkelahi, mengganggu orang lain, atau merampas hak orang lain, maka ia juga akan merasa malu.
Contoh :
Pengabdian diri kepada masyarakat dalam drama TVRI yang berjudul Tigor, tigor ingin pulang setelah studinya selesai, karena ingin membangun daerahnya. Hal ini tampak pada dialog Jaya Kepruk dengan Tigor sebagai berikut :
Jaya Kepruk    : “kau boleh menikah dengan anakku, tetapi jangan membawa Minah pergi dari kampung ini.”
Tigor                : “Tidak Pak, saya telah berjanji kepada orang tua bila telah selesai studi, saya akan pulang, karean saya ingin membangun daerah ini.”
Dalam dialog ini Tigor telah berjanji akan membangun daerahnya. Tigor bertanggung jawab akan keinginan daerahnya, yang berarti juga bertanggung jawab kepada masyarakat lingkungannya.
3.      Pengabdian kepada negara
Manusia pada hakikatnya adalah sebagian dari suatu bangsa atau warga negara suatu negara. Karena itu, seorang warga akan mencintai negara dan bangsanya, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pengabdian. Tidak ada cinta tanpa pengabdian. Banyak contoh pengabdian kepada bangsa dan pengabdian dalam kehidupan.
Contoh :
Dalam usaha merebut kembali Irian Barat dari penjajah Belanda, banyak pemuda yang mendaftarkn diri menjadi sukarelawan.
4.      Pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sebagai ciptaan Tuhan, manusia wajib mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan sdiri sepenuhnya kepada Tuhan, dan itu merupakan perwujudan tanggung jawabnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Contoh :
Dalam Novel Di Bawah Lidungan Ka’bah karya Hamka, Hamid mengembara karena cintanya tak sampai. Dalam pengembaraannya, Hamid sampai ke Mekkah dan bermukim di sana. Setelah mendengar bahwa Zaenab kekasihnya meninggal, Hamid yang dalam keadaan sakit pada saat selesai thawaf, meninggal pula.[9]






























BAB III
KESIMPULAN

Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am yang Artinya: “Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Dalam surat Al Mudatstsir ayat 38 yang artinya: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan. Manusia mempunyai tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial ataupun teologis.
Macam-macam tanggung jawab, Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, Tanggung jawab terhadap keluarga, Tanggung jawab terhadap masyarakat, Tanggung jawab terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Pengabdian adalah perbuatan baik berupa pikiran, pendapat maupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, antara lain kepada raja, cinta kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan dengan ikhlas.
Macam-macam pengabdian, Pengabdian terhadap keluarga, Pengabdian terhadap keluarga, pengabdian terhadap masyarakat, pengabdian terhadap negara, pengabdian terhadap Tuhan.










[3] Drs. H. Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, CV Pustaka Setia, Bandung 1999, hal. 132
[4] M. Habib Mustafa, Ilmu Budaya dasar manusia dan Budaya, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, hal. 191-192
[5][5] Cheppy Hari Cahyono, Ilmu Budaya Dasar, Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia, 1987, hal. 135-136
[6][6]Ibid,  M. Habib Mustafa, hal. 192-194
[7] Drs. H. Ahmad Mustofa, hal. 136-137
[8] M. H. Habib Mustafa, hal. 201
[9] Drs. H. Ahmad Mustofa, hal. 137-139