A. PENDAHULUAN
Berpikir adalah memanipulasi data, fakta dan informasi
untuk membuat keputusan berperilaku. Jangkauan pikiran dimulai dari lamunan
biasa, selanjutnya pemecahan masalah yang kreatif. Aktivitas mental dalam
perasaan dan pemahaman bergantung pada peransangan dari luar dalam proses yang
disebut sensasi dan atensi. Proses mental yang lebih tinggi yang disebut
berpikir terjadi di dalam otak. Mengingat kembali mengundang pengalaman
terdahulu ke alam pikiran dan mulai membentuk rantai asosiasi. Rantai asosiasi
tidak merujuk pada apa yang secara nyata kita lihat tetapi sebagai
khayalan-khayalan mental. Berpikir adalah sebuah proses dimana representasi
mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang
komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi,
dan pemecahan masalah.
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis
terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan
pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan
belajar Menurut Whiterington (1982:10 dalam http//www psikologi
pendidikan.com).Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian
pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan tindakan belajar. Karena konsentrasinya pada persoalan
belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik
terutama pada persoalan berpikir, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini
pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai
bidang ilmu ini agar mereka dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan
kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya
tindakan-tindakan belajar secara efektif dan menyenangkan dengan tentunya
melaui proses berpikir yang baik.
2.
Permasalahan
Setelah melihat dari latar belakang dalam tulisan ini, maka masalah
yang diambil adalah bagaimana cara menganalisis proses berpikir pada peserta
didik.
3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui proses berpikir peserta didik.
B. PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
Pencapaian tertinggi tingkat spesies
manusia berasal dari kemampuan kita untuk melakukan pemikiran kompleks dan
mengkomunikasikannya.
Salah
satu sifat dari berpikir adalah goal Directed, yaitu tentang sesuatu
untuk memperoleh pemecahan masalah atau untuk mendapatkan sesuatu yang baru.
Berpikir juga dapat dipandang sebagai pemprosesan informasi dari stikulus yang
ada (starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position)
atau goal state. Berpikir adalah penyusunan ulang atau
manipulasi kognitif baik informasi dari
lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi,
berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item.
Sedangkan menurut Drever berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat
dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Berpikir adalah sebuah proses
dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan
interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi,
logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Dari pengertian tersebut tampak bahwa
ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu (1) berpikir adalah kognitif,
yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari
perilaku, (2) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa
manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3) berpikir diarahkan dan
menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah
berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan
konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian
informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa
pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada
dasarnya adalah proses psikologis kemampuan berfikir pada manusia alamiah
sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya
memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang relatif berbeda. Jika demikian, yang
perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini
dan bukannya melemahkannya. Tujuan berpikir adalah memecahkan permasalahan
tersebut. Karena itu sering dikemukakan bahwa berpikir itu adalah merupakan
aktifitas psikis yang intentional, berpikir tentang sesuatu. Di dalam pemecahan
masalah tersebut, orang menghubungkan satu hal dengan hal yang lain hingga
dapat mendapatkan pemecahan masalah.
B.JENIS, TIPE DAN POLA BERFIKIR
Ada berbagai jenis dan tipe berpikir. Morgan dkk. (1986,
dalam Khodijah, 2006: 118) membagi dua jenis berpikir, yaitu berpikir autistik
dan berpikir langsung. Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses
berpikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat
pribadi, contohnya mimpi. Berpikir langsung (directed thinking) yaitu berpikir
untuk memecahkan masalah. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada
enam pola berpikir, yaitu :
1. Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang,
waktu, dan tempat tertentu.
2. Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam
ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
3. Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir mengenai
klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu.
4. Berpikir analogis, yaitu berpikir untuk mencari
hubungan antar peristiwa atas dasar kemiripannya.
5. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang
luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
6. Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang
terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak logis.
Sedangkan menurut De Bono (1989 dalam Khodijah,
2006:119) mengemukakan dua tipe berpikir, yaitu :
1. Berpikir vertikal (berpikir konvergen), yaitu tipe
berpikir tradisional dan generatif yang bersifat logis dan matematis dengan
mengumpulkan dan menggunakan hanya informasi yang relevan.
2. Berpikir lateral (berpikir divergen), yaitu tipe
berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi bukan hanya untuk
kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan dapat menggunakan informasi
yang tidak relevamn atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai
pemecahan yang tepat.
2. PROSES
BERFIKIR
Sibol-simbol
yang digunakan dalam berpikir pada umumnya berupa kata-kata atau bahasa (language),
karena itu sering dikemukakan bahwa bahasa dan pikiran mempunyai kaitan yang
erat. Namun bahasa bukan satu-satunya alat yang dapat digunakan dalam proses
berpikir, sebab masih ada lagi yang dapat digunakan yaitu bayangan atau
gambaran (image). Biasanya seseorang apabila memasuki suatu kota atau
tempat yang baru akan menggunakan gambaran atau bayangan (image), yang
merupakan visual map disebut juga sebagai cognitive map yang memberikan
gambaran tentang keadaan yang dihadapi.
Walaupun
berpikir dapat menggunakan gambaran (image), namun sebagian terbesar
dalam berfikir orang menggunakan bahasa atau verbal, yaitu berfikir dengan
menggunakan simbol- simbol bahasa dengan segala ketentuan-ketentuannya. Karena
bahasa merupakan alat yang penting dalam berfikir.
3.
KONSEP ATAU
PENGERTIAN
Konsep
merupakan konstruksi simbolik yang menggambarkan ciri atau beberapa ciri umum
sesuatu objek atau kejadian. Misalnya pengertian manusia, segitiga, belajar
dsb. Dengan kemampuan manusia untuk membentuk konsep atau pengertian
memungkinkan manusia untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan benda-benda
atau kejadian-kejadian. Karena itu konsep atau pengertian merupakan alat (tool)
yang baik atau tepat (convinient) dalam berfikir atau problem solving.
Beberapa
macam konsep yaitu:
a. Konsep-konsep
atau pengertian- pengertian sederhana (simple concept)
b. Konsep-konsep
yang kompeks (complex concepts).
Pengertian sederhana
merupakan pengertian yang dibatasi oleh ciri yang tunggal. Misal: merah. Namun
banyak pengertian atau konsep yang digunakan dalam berfikir dibatasi ciri yang
tidak tunggal yang disebut dengan konsep kompleks. Disamping itu ada yang disebut
konsep konjungtif. Konsep kunjungtif merupakan konsep yang dibatasi adanya
ikatan (joint) dua atau lebih sifat atau ciri yang memebentuk konsep
tersebut. Misal: zebra,merupakan binatang menyusui,seperti kuda namun loreng. Konsep
kondjungtif merupakan konsep yang dibatasi tiap ciri atau sifat yang membawa
objek dalam kelas dari konsep. Misalnya: konsep alat transport, bus, truk, kuda,
becak dsb. Konsep reational yaitu konsep atau pengertian yang mempunyai kaitan
dengan pengertian yang lain. Misalnya: “lebih berat dari”, “lebih kurang dari”.
4.
CARA
MEMPEROLEH KONSEP ATAU PENGERTIAN
Untuk
memperoleh konsep atau pengertian ada beberapa cara, yaitu dengan tidak sengaja
dan dengan sengaja. Pengertian yang diperoleh dengan tidak sengaja ini sering
disebut dengan pengertian pengalaman. Yang dimaksud pengertian pengalaman
adalah pengertian yang diperoleh dengan tidak sengaja. Yaitu melalui
pengalaman- pengalaman. Proses memperolehnya melalui proses
generalisasi,kemudian atas daya berfikirnya timbuk proses deferensiasi, yaitu
proses membedakan antara yang satu dengan yang lain.
Pengertian
yang diperoleh dengan sengaja, yaitu usaha dengan sengaja untuk memperoleh
pengertian atau konsep, yang kadang-kadang disebut sebagai pengertian
ilmiah.proses memperolehnya ada beberapa tingkatan, yaitu:
1. Tingkat
analisis, yaitu tingkat atau konsep.
2. Tingkat
komperasi, yaitu tingkat mengkomperasikan sifat- sifat yang diproleh dari yang
satu dengan yang lain, dicari sifat yang umu dan khususnya.
3. Tingkat
Abstraksi, yaitu tingkat mengatukan sifat- sifat yang sama dan menyampingkan
sifat- sifat yang tidak sama.
4. Tingkat menyimpulkan,
yaitu tingkat menarik kesimpulan setelah mengadakan sbstraksi dan memberikan
pengertian atau konsep.
Dengan melalui proses
belajar orang akan banyak memperoleh pengertian atau konsep.karena pengertian
dapat diperoleh dengan belajar, maka faktor transfer akan banyak berpengaruh
dalam kaitannya mendapatkan pengertian. Transfer dapat positif tetapi juga
dapat negative. Bila seseorang telah mempunyai pengertian atau konsep baru, ini
yang dimaksud dengan transfer positif. Namun sebaliknya kalau pengertian yang
telah ada itu justru menghambat dalam memperoleh pengertian baru, ini yang
dimaksud dengan transfer negative.
5.
PROBLEM
SOLVING
Secara
umum dapat dikemukakan bahwa problem itu muncul apabila ada perbedaan atau
konflik antara keadaan yang satu dengan yang lain dalam mencapai suatu tujuan.
Banyak aturan dalam memecahkan masalah. Tetapi ada dua hal yang pokok, yaitu
aturan kaidah algoritma dan historik.
Algoritma
merupakan sutu perangkat aturan, dan apabila aturan ini diikuti dengan benar
maka akan ada jaminan adanya suatu pemecahan terhadap masalah. Namun banyak
persoalan yang dihadapi oleh seseorang tidak dikenakan aturan Logaritma, tetapi
dikenakan aturan (kaidah historik. Kaidah historik yaitu merupakan starategi
yang biasanya didasarkan atas pengalaman dalam menghadapi masalah yang mengarah
pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan akan kesuksesan.
Strategi umum historik dalam memecahkan masalah, yaitu bahwa masalah tersebut
dianalisis atau dipcah menjadi masalah yang lebih kecil. Masing- masing
mengarah kepada pemecahanya.
6.
CARA
PENARIKAN KESIMPULAN
Tujuan
berfikir adalah mencari pemecahan yang dihadapi. Berdasarkan data yang ada maka
sebagai pendapat yang akhir atas data atau pendapat- pendapat yang mendahului.
Dalam penarikan kesimpulan dapat
menempuh beberapa macam, yaitu:
1. Kesimpulan yan
ditarik atas dasar Analogi, yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar adanya
kesamaan dari suatu keadaan atau peristiwa dengan keadaan atau peristiwa yang
lain.Dilihat dari jalanya berfikir, kesimpulan ini ditarik dari khusus ke
khusus.
2. Kesimpulan yang
ditarik atas dasar cara Induktif, yaitu kesimpulan yang ditarik dari peristiwa
menuju ke hal yang bersifat umum, atau dari hal- hal yang khusus menuju ke hal
yang bersifat umum. Contoh: Tembaga bila dipanaskan akan memuai, Besi akan
memuai bilaa dipanaskan, tembaga akan memuai bila dipanaskan. Jadi
kasimpulannya : semua logam akan memuai bila dipanaskan.
3. Kesimpulan yang
ditarik atas dasar cara Deduktif, yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar dari
hal yang umum ke hal yang bersifat khusus.
Salah satu bentuk penarikan secara
Deduktif adalah dengan Silogisme. Penarikan dengan silogisme merupakan
penarikan kesimpulan yang tidak langsung, artinya menggunakan perantara. Contoh: Semua manusia terkena nasib mati, si Ahmad adalah manusia, Jadi pada suatu hari si Ahmad
akan mati.
Suatu hal yang perlu diingat adanya
anggapan bahwa kalau menarik kesimpulan dengan menggunakan silogisme akan
senantiasa benar. Anggapan tersebut tidak benar, karena kenyataanya orang dapat
mengalami kesalahan. Kesalahan dalam silogisme dapat (1)Kesalahan formal, yaitu kesalahan dalam
bentuknya, dari segi urut-urutannya, dalam segi konstruksinya.(2)Kesalahan Material,
yaitu kesalahan mengenai isi atau materialnya. Dengan demikian silogisme dapat
salah dalam bentuk, tetapi benar dalam isi. Benar dalam bentuk, tetapi salah
dalam isi, yang dapat dicapai sudah barang tentu baik dalam bentuk manapun
dalam isi keduanya benar.
7.
BERFIKIR
KREATIF
Dalam berfikir kreatif orang menciptakan
sesuatu yang baru, timbulnya atau munculnya hal yang baru tersebut secara tiba-tiba,
ini berkaitan dengan Insight. Sebenarnya apa yang difikirkan itu telah
berlangsung, namun belum memperoleh suatu pemecahan, dan masalah itu tidak
hilang sama sekali, tetapi terus berlangsung dalam jiwa seseorang, yang pada
suatu waktu memperoleh pemecahannya.
Ø TINGKATAN-
TINGKATAN DALAM BERFIKIR KREATIF
Dalam
berfkir kreatif ada tingkatan (stages)sampai seseorng memperoleh sesuatu hal
yang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan itu adalah:
1. Persiapan(prepration),
yaitu tingkatan seseorng memformulasikan masalah dan mengumpulkan fakta- fakta
atau materi yang dipandang berguna dalam memperoleh pemecahan yang baru. Ada
kemungkinana apa yang difikirkan itu tidak segera memperoleh pemecahannya,
tetapi soal itu tidak hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam
diri individu yang bersangkutan.
2. Tingkat
Inkubasi, yaitu berlangsungnya masalah tersebut dalam jiwa seseorang, karena
individu tidak segera memperoleh pemecahan masalah.
3. Tingkat pemecahan
ata Iluminasi, yaitu tngkat mendapatkan pemecahan maslah. Contoh: orang berkata
“Aha”, secara tiba- tiba memperoleh pemecahan masalah.
4. Tingkat
Evaluasi, yaitu mengecek apakah pemecahan yang diperoleh pada tingkat Iluminasi
itu cocok atau tidak.
5. Tingkat Revisi,
yaitu mengadakan revisi terhadap pemecahn yang diperolehnya.
8.
HAMBATAN
DALAM PROSES BERFIKIR
Dalam
proses berfikir tidak selalu berlangsung dengan begitu mudah, sering orang
menghadapi hambatan-hambatan dalam proses berfikirnya. Sederhana tidaknya dalam
memecahkan masalah bergantung pada masalah yang dihadapinya. Hambatan- hambatan
yang mungkin timbul dalam proses berfikir dapat disebabkan antara lain :
a. Data yang
kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh.
b. Data yang ada
dalam keadaan Confuse, data yang satu bertentangan dengan yang lain. Sehingga
hal ini akan membingungkan dalam berfikir
Kekurangan data dan
kurang jelasnya data akan menjadi hambatan dalam proses berfikir seseorang,
lebih-lebih kalau datanya bertentangan dari yang satu ke yang lain, misalnya
dalam cerita-cerita detektif. Karena itu ruwet tidaknya seuatu masalah, lengap
tidaknya data akan dapat membawa sulit tidaknya dalam proses berpikir
seseorang.
C.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa Berpikir adalah
penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun
simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Berpikir adalah sebuah
proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi
dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian,
abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Sebagian terbesar dalam
berfikir orang menggunakan bahasa atau verbal, yaitu berfikir dengan
menggunakan simbol-simbol bahasa dengan segala ketentuan-ketentuannya. Karena
bahasa merupakan alat yang penting dalam berfikir.
Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada
enam pola berpikir, yaitu :
1. Berpikir konkrit
2. Berpikir abstrak
3. Berpikir klasifikatoris
4. Berpikir analogis
5. Berpikir ilmiah
6. Berpikir pendek
Hambatan- hambatan yang
mungkin timbul dalam proses berfikir dapat disebabkan antara lain :
a. Data yang
kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh.
b. Data yang ada
dalam keadaan Confuse, yaitu: data yang satu bertentangan dengan yang lain. Sehingga
hal ini akan membingungkan dalam berfikir.
Kekurangan data dan
kurang jelasnya data akan menjadi hambatan dalam proses berfikir seseorang,
lebih-lebih kalau datanya bertentangan dari yang satu ke yang lain, misalnya
dalam cerita-cerita detektif. Karena itu ruwet tidaknya suatu masalah, lengkap
tidaknya data akan dapat membawa sulit tidaknya dalam proses berpikir
seseorang.
D. DAFTAR PUSTAKA
1.
Walgito, Bimo.1980. Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta
: Andi.
2.
Khodijah,
Nyayu.2006. Psikologi Belajar. Palembang : IAIN Raden Fatah Press.
Suriasumantri (ed).1983. Psikologi Pendidikan.
Diakses dari http://www.andragogi.com.